Pringsewu.Lappung.COM – Jejak sejarah Kiai Haji Ghalib di Padang Suryo adalah Masjid Al Ikhlas. Buktinya adalah adanya surat wakaf yang dibuat KUA Pringsewu pada tahun 1974. Juga kesaksian pamong-pamong desa terdahulu, yang disampaikan kepada generasi selanjutnya. Fakta tersebut membuktikan kebenaran bahwa jejak sejarah Kiai Haji Ghalib ada di Padang Suryo.
Masjid terbesar di Pekon Fajar Agung, Kecamatan Pringsewu ini, menurut keterangan para tokoh masyarakat setempat, tanahnya merupakan wakaf dari KH. Ghalib.
Dahulunya Dusun Padang Suryo merupakan bagian dari Desa Fajarisuk. Era kini Fajarisuk telah berubah menjadi Kelurahan. Serta dimekarkan menjadi beberapa Pekon. Salah satu, hasil pemekarannya adalah Pekon Fajar Agung.
Terkait bahwa KH. Ghalib pernah memawakafkan tanahnya di Padang Suryo untuk dibangun Masjid. Fakta sejarah ini, membuktikan bahwa, ada 2 buah masjid di Kecamatan Pringsewu. Yang memiliki kaitan erat dengan perjuangan syiar islam KH. Ghalib semasa hidupnya.
Masjid pertama, yakni Masjid Jami KH. Ghalib, yang terletak di Kelurahan Pringsewu Barat. Sudah banyak warga yang mengetahui, bahwa itu merupakan salah satu masjid tertua di Kecamatan Pringsewu, yang di bangun KH. Ghalib waktu beliau masih hidup.
Sementara itu Masjid Kedua, yakni Masjid Al Ikhlas di Padang Suryo. Belum banyak masyarakat yang mengetahui ada kaitannya dengan KH. Ghalib. khususnya para generasi muda sekarang.
Menurut keterangan Tokoh Masyarakat Fajarisuk, Bapak Haji Abdul Halim Nawawi, beliau membenarkan bahwa Masjid Al Ikhlas yang terletak di Padang Suryo. Merupakan wakaf dari KH. Ghalib.
“Dahulu menurut keterangan para masyarakat setempat, benar bahwa tanah Masjid Al Ikhlas adalah wakaf dari KH. Ghalib,” ujar Abdul Halim Nawawi, yang ditemui redaksi pringsewu.lappung.com. Minggu Siang (7/11/2021) di kediamannya.
BACA JUGA: Hari Pahlawan Pemkab Pringsewu Gelar Upacara
Selanjutnya Ia menuturkan bahwa pihak keluarga KH. Ghalib, yang diwakili oleh Bapak Fatah. Pernah melakukan penyerahan wakafnya.

“Selain keterangan masyarakat, keluarga KH. Ghalib yang diwakili Bapak Fatah pernah melakukan penyerahan wakafnya,” kata Abdul Halim Nawawi, yang merupakan mantan Kepala Desa Fajarisuk, yang dilantik pada 23 Maret 1968 sampai dengan periode 1998.
Mengenai pentingnya sejarah bagi generasi muda, Abdul Halim Nawawi, mengungkapkan bahwa sejarah memiliki arti yang sangat penting. Karena dengan mengetahui sejarah kita akan tahu tentang jati diri kita.
“Saat Saya masih muda, Saya pernah bersama teman-teman berziarah ke Makam KH. Ghalib. Sebagai tokoh ulama kharismatik dan Pejuang di Pringsewu, kita harus mencontoh sosok Almarhum yang gigih dalam berjuang menyiarkan Islam dan Berjasa bagi Negara,” pungkas Pak Halim.
Terpisah, tokoh Agama setempat, yakni Haji Hadi Susanto. Mengungkapkan bahwa menurut cerita pamong desa, yang dulu mengetahui tentang sejarah Masjid Al Ikhlas. Para pamong menyebutkan tanahnya merupakan wakaf dari KH. Ghalib.
“Saya mengetahui cerita dari pamong-pamong dahulu, yang mengatakan memang Masjid Al Ikhlas Padang Suryo merupakan wakaf dari KH. Ghalib,” ujar Haji Hadi Susanto, yang disambangi redaksi di rumahnya.

Selanjutnya, Pak Sukiyat, demikian nama kecil dari Hadi Susanto menuturkan bahwa dahulu kala, tidak ada surat bukti mengenai wakafnya. Maka kemudian dianjurkan, saya tidak ingat tahun berapa, dibuatkan ikrar wakafnya oleh perwakilan pihak keluarga KH. Ghalib.
“Kemudian pihak keluarga KH. Ghalib, yakni Bapak Fatah, membuatkan bukti tertulis tentang ikrar wakafnya,” kata Pak Sukiyat, yang puluhan tahun mengabdikan dirinya sebagai Takmir dan Imam Masjid Al Ikhlas ini.
Sementara itu, Takmir Masjid Al Ikhlas, yakni Bapak Wakip Arsa mengungkapkan bahwa surat keterangan wakaf dibuat oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pringsewu tahun 1974.
“Saya salah satu Takmir Masjid Al Ikhlas, menyimpan foto kopi surat Wakaf yang dibuat KUA Pringsewu tahun 1974. Tercantum Nama Ibu Syaiyah dan Almarhum KH. Ghalib sebagai pemberi wakaf,” ujar Pak Wakip, yang merupakan Bendahara Masjid Al Ikhlas saat ini.

Hasil penelusuran redaksi tentang sejarah singkat KH. Ghalib. Pada halaman web perpusda.pringsewukab.go.id. termuat bahwa, sebelum beliau datang ke Lampung beliau telah menunaikan Ibadah Haji ke tanah suci Mekkah pada tahun 1927 dari Singapura.
KH. Ghalib datang ke Lampung sekitar tahun 1927 dan berusia kurang lebih 28 tahun. Kedatangan beliau ke Lampung setelah mendapat cerita dari seorang sahabat bernama M. Anwar Sanprawiro pada saat berada di Singapura.
Tertarik dengan cerita tentang Lampung beliau kemudian bermusyawarah dengan isteri (Mbah Saiyah) dan bersama-sama Sanprawiro menuju Lampung.
Sampai di Lampung beliau menumpang di rumah M. Anwar Sanprawiro di Pagelaran. Selanjutnya beliau membeli tanah di Desa Fajarisuk Kecamatan Pringsewu.
Keberadaannya diusik oleh Belanda, KH. Ghalib pindah ke sebelah timur dari Fajarisuk yaitu di Desa Bambu Seribu yang sekarang dikenal dengan nama Pringsewu. (Sumber: Naskah Sumber Arsip Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Pringsewu/KH. Ghalib Pendiri Pondok Pesantren Bambu Seribu).
Penulis: M. Satria